2.10.13

..dan semua berubah..

Sedari pagi tadi di kantor ga ada kerjaan, bisa leyeh-leyeh dan selonjoran.
 nikmat, sangat!
Siangnya dapat traktiran.. nikmat, yang teramat!
Jelang senja, gerimis datang dan mulai mengikis sisi melankolis..
Ah, selalu!

---

Rindu. Mungkin bisa dibilang begitu.
Entah soal apa saya mengingatnya.. laki-laki yang saya panggil dengan sebutan kakak, laki-laki yang tujuh tahun lalu saya kenal pertama kali saat ospek, laki-laki yang menjadi incaran mata banyak wanita dengan gaya cool menawannya..
Entah bagaimana dulu kami menjadi begitu dekat, bahkan sangat dekat.. sebagai sahabat.
Banyak orang yang salah menafsirkan, "Kalian pacarankan? Iya kan?" - pertanyaan yang begitu bosan untuk kami menjelaskan.
Percuma! Toh pada akhirnya mereka tetap tidak percaya.
Makan berdua atau cengkrama di bangku taman jurusan yang sehari-harinya kami lakukan, mungkin itu alasan mereka menafsirkan kami pacaran.

"Tidak ada persahabatan sejati antara laki-laki dan perempuan Rin!" - pernah seorang kawan mengatakan itu padaku. Pernyataan yang sempat membuatku bimbang, gamang.
"Sungguh, kami hanya sahabat, thats it! Tidak ada rasa selain itu" - aku.
"Ya, lalu bagaimana dengannya? Apa kau benar-benar tau apa yang dia rasa?" - Entah.

Meski telah lama berpisah dari bangku kuliah dan kini kami telah berjarak lebih dari 675 mil sejak dia memutuskan untuk menerima pekerjaan di luar Sumatera, tidak ada yang berubah.
Meski komunikasi tidak se-intens seperti masa kuliah dan saling sapa cerita hanya bisa kami lakukan via telepon, tidak ada yang berubah.
Dia, laki-laki yang tetap setia mendengarkan segala kesah. Tidak ada yang berubah.
Pernah dia katakan maaf karena tempatnya bekerja yang jauh dari poros sinyal mungkin tidak akan bisa menjadi pendengar setia lagi setiap saat aku butuhkan.
Pernah pula dia katakan bahwa untuk mendapatkan sinyal dia harus menuju kota menempuh perjalanan dengan hitungan jam.. dan hal pertama yang dia lakukan adalah meneleponku - aku tersipu. Tapi kemudian kau bilang kau bohong, orang pertama yang kau telepon adalah ibumu dan setelah itu baru aku. Aku tetap tersipu.. dan terharu.

Persis enam bulan lalu, saya mengerti arti dari pernyataan "Tidak ada persahabatan sejati antara laki-laki dan perempuan".
Perbincangan kami terasa syahdu, sama seperti sore ini, gerimis luruh meriuh tapi tiba-tiba saja ambigu.
Tidak seperti perbincangan biasanya saat kau selalu memintaku untuk bercerita tanpa jeda dan kau sebagai pendengar setia, bahkan seringkali aku mulai lelah dan kehabisan kata kau tetap memaksaku untuk bicara, katamu kau hanya ingin mendengar suaraku saja.

Kali ini ada yang berbeda, aneh. Kau memintaku untuk diam, kau bilang ada hal penting yang akan kau sampaikan.. tapi tidak jua kudengar suara di seberang sana.
Kau bilang kau tidak tau harus mulai darimana sampai beberapa menit berikutnya kau bertanya..

"Maukah kau menungguku, 3 tahun? Ah tidak, sepertinya itu terlalu lama.. Maukah kau menungguku 2 tahun?" - seketika ada sesak yang meriak.

Seperti pintamu, aku diam.. diam seribu bahasa.. karena benar-benar aku tersontak dalam benak.
Kau kembali berkata bahwa sebenarnya semua yang kau rasa telah terpendam lama di semester pertama. Ya, cinta itu telah ada dan tertanam di hatimu 6 tahun yang lalu - Mustahil, aku menyanggah.

Katamu lagi, namaku telah begitu familiar ditelinga ayah dan ibumu, seseorang yang kau kenalkan sebagai pendampingmu kelak. 
Masih diam, hening mengisi setiap detik yang mengalir pelan. Ahh, aku benci ini, tak bisakah waktu berlari, cepat melesat hingga kekakuan ini tersudahi.

Parau, kau mencoba kembali bicara dengan terbata, kau ulangi pertanyaan yang sama, "Maukah kau menungguku? 2 tahun lagi aku akan kembali, menjadi pendengar setiamu tanpa kecuali, setiap hari," suaramu lirih. Tuhan, bisakah kau hentikan sekarang juga suasana ini. Sungguh aku benci.

Kembali pada waktu yang lalu, ingatanku terhenti pada episode dulu pertama kali aku mengenalmu. Pertemuan di ruang kelas dan sapa di koridor kampus adalah kebiasaan yang teramat biasa. Tidak seperti kebanyakan orang yang menilai saya si kaku yang pendiam, serius bahkan misterius hingga membuat mereka begitu takut sekedar menyapa. Dia berbeda. Dia datang perlahan, mengendap memasuki ruang yang kusebut nyaman, menawarkan ceria dan tawa dalam balutan cela.
"Gadis cengeng nan manja tapi selalu sok kuat di hadap semesta, berlagak mandiri yang sebenarnya terus mencari lengan kukuh sebagai penopang berdiri" - Ya, seperti itulah simpulannya tentang saya.
Si pesek yang jelek - pemalas - masakan yang tidak pernah enak atau penampilan yang terlihat rancu selalu menjadi peluru untuknya memburu wajahku yang memilu.. dan kemudian dengan antengnya dia tertawa lepas, puas. Kesal, tapi aku tak pernah menyesal - Ya, seperti itulah.

Rangkuman kisah yang dulu, sungguh tak pernah terpikirkan bahwa selama itu kau memendam kelu, saat aku bercerita tentang pria itu dan itu yang kusuka, ternyata diammu meramu cemburu.
Aku tidak tau semua itu. Sungguh aku tidak tau.. atau mungkin aku tidak pernah mau tau. Ahh.

"Rin," panggilmu ketika tak juga kau dengar satu kata dari mulutku.
Aku masih terpaku. Tidak percaya atau tepatnya aku tidak mau mempercayainya.

#lagi - kau bertanya yang masih sama.

Masa kuliah, lima tahun kita bersama, dalam segala hal kau membuatku menunggu.. dan aku menunggumu.
Ingat saat kau memintaku untuk makan bersama di tempat favorit kita? Aku selalu datang pertama.. dan aku menunggumu.
Ingat saat kau memintaku untuk menemanimu belanja, aku datang pertama.. dan lagi kau membuatku menunggumu.
Ingat saat kau memintaku nonton film terbaru di bioskop, aku datang pertama.. kembali menunggumu.
Berkali-kali dalam banyak hal aku menunggumu.

Tapi tidak kali ini..
Hati.. kupastikan bukan untukmu akan kuberi.

Ada isak yang coba kutahan.. dan aku tau dia juga begitu.
Kuseka mata yang berkaca.. dan aku tau dia juga begitu.

Perbincangan kami berakhir sampai disitu. Ya, benar-benar berakhir.

Sore itu, persis enam bulan yang lalu.
Semua berubah..

Tidak ada lagi dia, laki-laki yang pernah berkata akan menjadi pendengar segala cerita saya.
Ucapan selamat ulang tahun yang saya kirim padanya satu bulan lalu pun tak berbalas.. hanya tanda "R" yang setidaknya membuatku lega.. aku tau dia membacanya.

Entah apa.. kenapa?
Mungkin kecewa.. atau marah.. tapi aku tetap berdoa ini tidak akan selamanya.


Semoga waktu akan mampu menjadikan persahabatan kami kembali utuh..

*harapan saya diujung senja..


0 komentar:

Posting Komentar